Minggu, 27 April 2014

Penganut Syiah Menyembah Batu Dan Kuburan

Filled under:


Ket Gambar: seorang penganut Syiah menjilat nisan (batu) kuburan dengan lidahnya.

Artikel: lppimakassar.com, sumber Gambar: Page لو كان الحمق رجلا لكان رافضيا

Posted By White ocean19.54

Rabu, 23 April 2014

Organisasi

Filled under:


Organisasi, himpunan, perkumpulan, jama’ah atau apapun namanya di dalam islam bagaikan kapal laut-kapal laut yang berlayar dan menuju ke sebuah pulau yang satu bernama ‘pulau kejayaan islam’. Pernah di masa silam para pendahulu kita bermukim di sana tapi para orangtua kita meninggalkan pulau tersebut dan tersesat dalam derasnya arus kehidupan. Maka beberapa kelompok berkumpul dan membentuk sebuah kapal laut-kapal laut yang bisa mengantarkan mereka kembali ke pulau tersebut. Pemimpinnya adalah nahkodanya. Dan dengan hasil musyawarah dibentuklah susunan koordinasi pada kapal laut tersebut agar semuanya tidak saling sikut kewajiban, saling berebut tugas, atau saling mengharapkan temannya mengerjakan pekerjaannya. Ada regu yang mengurus bahan bakar kapal, ada yang mengurus makanan, ada yang mencari ikan, ada yang membersihkan kapal, ada yang memperbaiki kerusakan kapal, dan lain-lain.

                Sebetulnya setiap orang dipersilahkan berlayar sendiri menggunakan perahu kecil yang dimilikinya, akan tetapi perlu diingat bahwa dalamnya air laut siapa yang kira tingginya ombak siapa yang duga. Orang-orang yang hanya mengandalkan perahu kecil kemungkinan tenggelamnya dalam gelombang laut terlampau besar untuk ditanggung oleh pundak seoarng anak manusia. Makanya, dalam perjalanannya kapal laut ini menuju ke pulau maka kapal-kapal ini akan memanggil orang-orang yang berada di bwah mereka yang menggunkan perahu-perahu kecil. Dengan tujuan menambah jama’ah karena dengan lebih banyaknya jama’ah maka akan ada banyak hal yang bisa diselesaikan dibanding jika dikerjakan oleh jama’ah yang sedikit.

                Dalam perjalanannya, kapal-kapal ini akan menghadapi berbagai macam aral, gelombang pasang, angin gemuruh, cuaca yang keras, hujan badai, dan karang-karang laut. Akibatnya adalah kapal-kapal ini akan mengalami kerusakan yang paranh di sana-sini. Belum lagi di antara masalah yang ditimbulkan oleh penumpang-penumpang yang mementingkan diri sendiri berbuat seenaknya atas nama kapal. Mereka mencoreng nama baik kapal dan merobek bendera kapal, dalam bahasa kiasan. Yang mengakibatkan ada di antara para penumpang yang tidak tahan dengan kondisi kapal ini yang membuat mereka pusing, mabuk dan muntah-muntah. Ketika mereka yang tidak tahan ini sudah berada pada kondisi yang menjadikan mereka muak, mereka pun akhirnya turun dari kapal dan menggunakan sampan kecil mereka atau mereka akan beralih ke kapal yang lain.

                Akan tetapi tidak bisa disangkal bahwa ada beberapa penumpang yang telah tertempa, terlatih, dan terbiasa dengan kondisi seperti itu, maka mereka akan dengan sabar berada di atas kapal tersebut. Mereka akan memanggil sesama penumpang kapal dan membicarakan bagaiman cara untuk memperbaiki kerusakan kapal yang terjadi. Bahu membahu dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, karena mereka yakin sudah sunnatullah bahwa lebih banyak kepala memang bisa mendatangkan banyak masalah tapi bisa juga membawa banyak ide-ide yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Mereka yakin bahwa keruh pahitnya dalam berjama’ah jauh lebih lebih baik dari jernih manisnya ketika bersendirian.

                Seiring berjalannya waktu, di antara kapal-kapal tersebut ada yang kerusakannya sudah sangat parah dan sulit untuk diperbaiki. Nahkoda sudah tidak peduli, navigator tidak peduli, seluruh penumpang juga tidak lagi peduli. Akhirnya kapal itu kehilangan arah, berputar, terombang-ambing dalam ganasnya ombak samudera. Yang menjadikan kapal itu melenceng dari tujuan yang semula yaitu mencapai pulau kejayaan islam. Ketika kapal yang sudah sangat rusak parah tersebut sudah tidak bisa diperbaiki, nahkoda sudah tidak peduli, penumpang saling mementingkan diri sendiri. Segala upaya untuk memperbaiki kapal kandas di tangan para pembuat kapal itu sendiri. Maka menjadi hal yang wajarlah jika sebagian orang dari mereka keluar dari kapal untuk membuat sebuah kapal baru, bukan sebagai bentuk pengkhianatan kepada teman-teman seperjuangannya, tapi sebagai bentuk menjaga agar diri mereka tidak ikut terseret dalam gelombang samudera yang menghantam. Agar tujuan dan cita-cita awal mereka menuju ke pulau tetap bisa terselesaikan. Agar mereka bisa berlabuh dengan suka cita di sana.

                Akhir cerita, ketika mereka telah berlabuh, maka kapal-kapal tersebut pun ditinggalkan, benderanya mungkin masih berkibar, catatan-catatan rekaman pelayaran mungkin masih tersimpan, tiang-tiangnya masih tegak berdiri, cerobongnya masih kokoh menatap angkasa, tapi kapal itu sendiri kini tinggal kenangan. Karena pulau sudah dicapai, tujuan sudah tergapai, maka untuk apa lagi kita membangga-banggakan kapal kita, untuk apa lagi kita tetap tinggal di kapal. Bukankah tujuan awal kita membuat kapal untuk menuju sebuah Pulau, kapal itu hanya sebagai sarana transportasi. Dan ketika sarana itu sudah tidak diperlukan lagi maka kita pun meninggalkannya. Karena dengan meninggalkannya maka ummat bisa kembali bersatu dalam naungan islam tanpa membanggakan bendera dan semboyan masing-masing.

Oleh, Dzaky Mubarak

Posted By White ocean23.55

Selasa, 22 April 2014

"AKU INGIN BAHAGIA" dengan "MEMBAHAGIAKAN ORANG LAIN"

Filled under:


Bahagia. Siapa sih yang tidak mau bahagia. Hewanpun tidak ada yang tidak mau bahagia. Semuanya kita mau bahagia. 
Ternyata untuk kita bahagia, kita harus juga membahgiakan orang lain. Akan berlaku hukum Timbal Balik (pendapat probadi) atau hukum الجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ العَمَلِ “Balasan itu sesuai dengan amalan" (menurut Qaidah orang Saleh). 

Jadi ternyat cuma satu kunci yaitu bahagiakan orang yang ada disekitar kita maka kebahgiaan itu akan datang dengan sendirinya. Buktinya.....?????. 


Silahkan baca dan renungkan hadits berikut ini:
Bagaimana caranya agar mereka bisa meraih kebahagiaan? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْناً، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا وَ لَأَنْ أَمْشِيْ مَعَ أَخٍ فِي حَاجَةٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا المَسْجِدِ ، ( يَعْنِي مَسْجِدُ النَبَوِي ) شَهْرًا

“…Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’ktikaf di masjid ini (masjid Nabawi) selama sebulan…” 
(HR. Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 13646).

Allahu Akbar! Luar biasa, amalan yang tidak kita sangka besarnya, bahkan lebih besar daripada berdiam diri di masjid selama satu bulan untuk beribadah (i’tikaf) di Masjid Nabawi. 
Beliau katakan amalan menemani seorang muslim untuk ia tunaikan kebutuhannya, itu adalah amalan yang besar dan amalan yang agung. 

Mengapa demikian? Karena menolong orang lain, menghilangkan rasa laparnya, mengatasi kesulitannya adalah amalan yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan amalan tersebut akan memberikan rasa kebahagian kepada para pelakunya.

Sudah dibaca....??, alhamdulillah kalau begitu singsingkan lengan baju dan katakan pada diri ini "AKU INGIN BAHAGIA"_dengan "MEMBAHAGIAKAN ORANG LAIN".

By 'Abdullah Sa'id

Posted By White ocean09.03

Sabtu, 19 April 2014

Bermaksiat Lalu Beralasan dengan Takdir

Filled under:

Tidak boleh kita beralasan dengan takdir atas maksiat dan dosa yang telah kita lakukan. Mengapa?

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidak boleh beralasan dengan takdir untuk maksiat. Jika dibolehkan, tentu semua yang bunuh diri beralasan dengan takdir ilahi. Begitu pula mencuri dan melakukan kerusakan lainnya, semua bisa beralasan dengan takdir.” 
(Majmu‘ Fatawa Ibnu Taimiyah, 8: 179)

Di antara alasan lainnya disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al Hamd, beliau berkata, “Takdir adalah rahasia ilahi. Kita sebagai makhluk hanya bisa mengetahuinya setelah takdir itu terealisasi. Dan itu diketahui setelah manusia mengalami yang terjadi di masa lampau. Itu sama saja ia tidak mengimani takdir dengan benar.  

Oleh karenanya, jika ada yang berargumen atas maksiatnya bahwasanya itu adalah takdir ilahi, itu alasan yang keliru.  
Karena sama saja ia mengklaim mengetahui yang ghaib. Padahal perkara ghaib hanya diketahui oleh Allah. Walhasil, argumen sebenarnya memuat kontradiksi. Dan tidak boleh seseorang berargumen dengan sesuatu yang ia tidak ketahui (takdir itu baru diketahui manusia setelah takdir itu terjadi).”
Syaikh Muhammad Al Hamd juga berkata, “Seandainya maksiat boleh dilakukan lantaran itu sudah jadi takdir, maka itu sama saja menafikan berbagai syari’at (hukum Islam).
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Al Iman bil Qodo’ wal Qodar, hal. 132 karya Syaikh Dr. Muhammad bin Ibrahim Al Hamd terbitan Dar Ibnu Khuzaimah.

Artikel rumaysho.com

Posted By White ocean20.36

Kamis, 17 April 2014

Manusia Ada 4 Jenis, Pilih Mana?

Filled under:

Siapa di antara kita yang tidak ingin menjadi orang kaya yang bergelimang harta? Tua muda, lelaki perempuan, berkulit hitam atau putih, semuanya memiliki keinginan serupa.

Salahkah keinginan tersebut? Tidak juga! Tetapi sayangnya, banyak di antara kita lupa untuk berusaha memiliki ’pengawal’ yang membantu kita menjaga harta tersebut; agar tidak berubah menjadi petaka. Pengawal setia tersebut adalah ilmu agama.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan,

“مَثَلُ هَذِهِ الْأُمَّةِ مَثَلُ أَرْبَعَةِ نَفَرٍ (1) رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا وَعِلْمًا، فَهُوَ يَعْمَلُ بِهِ فِي مَالِهِ يُنْفِقُهُ فِي حَقِّهِ. (2)  وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يُؤْتِهِ مَالًا، فَهُوَ يَقُولُ: “لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ مَالِ هَذَا؛ عَمِلْتُ فِيهِ مِثْلَ الَّذِي يَعْمَلُ”. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ”. (3) وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًا، فَهُوَ يَخْبِطُ فِيهِ يُنْفِقُهُ فِي غَيْرِ حَقِّهِ. (4) وَرَجُلٌ لَمْ يُؤْتِهِ اللهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا، فَهُوَ يَقُولُ: “لَوْ كَانَ لِي مَالٌ مِثْلُ هَذَا؛ عَمِلْتُ فِيهِ مِثْلَ الَّذِي يَعْمَلُ”. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “فَهُمَا فِي الْوِزْرِ سَوَاءٌ”.

Perumpamaan umat ini bagaikan empat orang. Orang pertama: adalah seorang yangdikaruniai Allah harta dan ilmu. Dengan ilmunya ia mengatur harta sehingga bisa mengalokasikannya dengan benar. Orang kedua: adalah seorang yang dikaruniai Allah ilmu, namun tidak dikaruniai harta. Dia berkata, ”Andaikan aku memiliki harta seperti fulan (orang pertama), niscaya akan kugunakan seperti apa yang dilakukannya”. Rasulullah shallallahu ’alaihiwasallam bersabda, ”Pahala dua orang tersebut sama”.

Orang ketiga: adalah seorang yang dikaruniai Allah harta namun tidak dikaruniai ilmu. Dia bertindak asal-asalan dalam hartanya, menghamburkannya tanpa aturan. Orang keempat:seorang yang tidak dikaruniai Allah harta maupun ilmu. Ia berujar, ”Andaikan aku memiliki harta seperti fulan (orang ketiga); niscaya akan kugunakan seperti apa yang dilakukannya”. Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam berkomentar, ”Dosa keduanya sama”. (HR. Ahmad dari Abu Kabsyah al-Anmâry radhiyallahu ’anhu  dan dinyatakan sahih oleh al-Albany).

Dalam hadits di atas, Nabiyullah shallallahu’alaihi wasallam menerangkan pada kita bagaimana efek dari ilmu agama terhadap sikap seseorang kepada hartanya.

Orang kaya yang berilmu, berkat bekal ilmu yang dimilikinya, ia bisa memanfaatkan hartanya untuk mengantarkan ke surga. Ini adalah orang pertama. Adapun orang yang miskin harta namun memiliki ilmu agama, diapun juga bisa memanfaatkan ilmu tersebut sebagai kendaraan untuk masuk surga. Sebab ia berpeluang meraih pahala yang sama dengan orang pertama, berkat niat baik yang ada dalam hatinya. Inilah orang kedua.

Adapun orang ketiga, adalah golongan yang malang, walaupun kelihatannya ia hidup sejahtera. Sebab ia gagal menjadikan hartanya sebagai tunggangan menuju surga. Ia serampangan dalam mengalokasikan hartanya, karena keminiman ilmu agamanya.

Yang paling naas nasibnya adalah orang keempat. Sudah miskin harta, miskin ilmu agama pula. Di dunianya ia hidup dalam kesusahan, dan kelak di akhiratnya ia sengsara masuk ke dalam neraka. Na’udzubillah min dzalik
Nah, memilih manakah Anda? Yang penting, jangan sampai memilih menjadi orang ketiga, apalagi keempat. 
Minimal jadilah orang kedua. Syukur-syukur Anda bisa menjadi orang pertama. Selamat memilih…

Muslim.Or.id 

Posted By White ocean19.47

Selasa, 15 April 2014

Jalaluddin Rakhmat dan 3 Mahasiswi Makassar Korban Mut’ah

Filled under:

Makassar merupakan salah satu pusat penyebaran aliran sesat Syiah yang begitu pesat. Banyak hal yang melatarinya, diantaranya kader-kader mereka yang siang-malam bekerja untuk kesesatan dan juga para tokoh Muslim di daerah ini yang seakan tidur. Membiarkan dan bahkan meridhai. Dan parahnya di antara mereka ada yang “mengamuk” di media massa jika muncul gerakan untuk mewaspadai gerakan Syiah di kota daeng ini.
Selain itu, juga karena Syiah memilik jualan pelaris. Namanya nikah mut’ah. Banyak mahasiswi yang datang dari kampung kuliah di kota Makassar merasa kesepian. Butuh pelindung dan pendamping dengan cara yang “halal” karena pacaran haram. Dan ini mereka dapatkan pada nikah mut’ah.
Melihat fenomena ini, seorang mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) jurusan psikologi tertarik untuk mengadakan penelitian lapangan mengenai perkembangan kawin kontrak di kalangan mahasiswi di kampus-kampus di kota metropolitan ini.
Setelah mendapat data dari berbagai sumber -termasuk informan- ia tuangkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul, “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah.”
Penelitian ini berhasil mewawancarai 3 mahasiswa yang sudah atau sedang menjalani nikah mut’ah. Masing-masing dengan kode AB untuk wanita pertama, BC untuk wanita kedua, dan CD untuk wanita ketiga. Namun berikut ini kami sajikan hasil penelitian dari wanita pertama saja (AB). Yang lain kami tuangkan dalam bentuk scan bagan yang terdapat dalam skripsi.
Kenal Nikah Mut’ah
Wawancara (wwc) No. 104-133
Peneliti: Jadi, kalau pandangan kita’ (anda), MT (Mut’ah) itu tidak bersetubuh ya?
Mahasiswi: Tidaaak, tidak juga. Maksud saya MT itu bukan, tergantung dari kesepakatan kedua pihak juga sih.
Peneliti: Iya, tergantung kesepakatan.
Mahasiswi: Iya, tergantung kesepakatan, tapi untuk, untuk menjaga diri sendiri, lebih bagusnya, eee, jangan dulu lah menuju kesana. Maksudnya, MT itu hanya sebatas, eee, misalnya kita mau diskusi, maksudnya selalu mau, eee, rutin diskusi, diantar jemput, hal-hal yang seperti itu. Tapi bukan maksudnya sampai hal-hal, eee, memiliki efek jangka panjang secara psychology.
Peneliti: Eeee, siapa yang awalnya mengenalkan, eee, MT ini kepada kita’ (anda)?
Mahasiswi: Ustadz XX (sambil tertawa memandangi peneliti dan informan)
Peneliti: Eee, bagaimana bisa awalnya berkenalan dengan ustadz XX?
Mahasiswi: Eee, awalnya itu, melalui perpanjangan tangannya (sambil tertawa) ada muridnya, langsung muridnya di AAA (salah satu universitas di makasar) namanya JP,.... ehm (batuk)... ee dan dia, eee, anak JH (salah satu lembaga intra kampus) juga...
Peneliti: Iya..
Mahasiswi: Terus karena, eee, saya bicara tentang JP dulu nah, cerita awalnya dulu
Peneliti: Iye (iya), mungkin bisa disingkat saja prosesnya.
Mahasiswi: Oh iye, intinya saya diperkenalkan melalui itu, saya ikut TOT (Training Of Trainer), terus, eee, ikut juuga materi-materi yang seperti itu, falsafah nikah.
***
Motivasi Mut’ah
“Hal tersebut juga dilakukan oleh AB (inisial mahasiswi) yang memandang nikah mut’ah sebagai salah satu sunnah Rasulullah SAW.” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” hal 57)
“Ada empat hal yang mendasai AB ingin melakukan mut’ah, yang pertama adalah alasan keyakinan bahwa nikah mut’ah adalah Sunnah Rasulullah SAW yang sangat dianjurkan untuk dijalankan dan hal demikian lebih dipertegas dalam hadis-hadis Syiah yang mengatakan bahwa apabila tidak menjalankannya, maka AB bisa termasuk golongan kafir (wwc. 1. AB, 149-165).” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” hal. 59)
Keluarga Tidak Tahu
Wawancara No. 175-188
Peneliti: Apakah, eee, keluarga ta’ tau’, kalau kita’ MT?
Mahasiswi: Keluarga sayaaaa (menggerak-gerakkan badan), bapak saya tau,..
Peneliti: Heem,.. dan?
Mahasiswi: Tapi Bapak saya tidak tau kalau MT namanya (sambil tertawa)
Peneliti: Ooooo, Bapak tau kalau,....
Mahasiswi: Saya punya hubungan dengan cowo’, tapi dia tidak tau kalau itu MT.
Peneliti: kalau kita’ (anda) punya hubungan?
Mahasiswi: He em..
Peneliti: Tapi dia tidak tau bilang MT ya?
Mahasiswi: iya, ndak tau. MT kesalahan prosedur sebenarnya (tertawa), terlanjur mi jadi mau mi di apa, (sudah terlanjur, jadi mau diapakan lagi)
Wawancara No. 929-934
Mahasiswi: Kalau perasaan saya sekarang sih, masiiiih, ya kali saya pake’, apa namanya, aduh ada kakakku.....
“Tiba-tiba saja, kakak subjek datang dan pembicaraan dihentikan sejenak.”
Peneliti: Ooo, tidak na tau kace kah? (Ooo, kakak tidak tau ya?)
Mahasiswi: Tidak (menundukkan kepala)
***
Ustadz dan Lembaga Dakwah Syiah berubah jadi KUA
Wawancara No. 768-772
Peneliti: Trus, eee, proses untuk MTnya itu yang menjadi wali dan segala macam, siapa?
Mahasiswi: Ustad saya ji yang... (hanya Ustadz saya yang...)
Peneliti: Ustadnya jadi yang...
Mahasiswi: Iya
***
Mahar, Ijab Qabul dan Jenis Perjanjian
“Ketika AB melakukan pernikahan secara mut’ah tidak dihadiri oleh saksi maupun wali. (wwc 2. AB, 262-264; 557-569). Adapun maharnya yaitu berupa cincin dan HP, dimana jenis maharnya ada proses tawar menawar dengan pasangannya (Wwc 2. AB, 281-282; 309-312). Selain itu, ada beberapa jenis perjanjian yang diikrarkan oleh AB dan pasangannya, yaitu terbuka, tidak boleh selingkuh, tidak boleh bohong dan hanya diucapkan secara lisan saja tidak dalam bentuk tertulis (wwc 1. AB, 380-383; 759-765 & wwc 2. AB, 637-639).” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” Hal. 61-62 )
Nikah Mut’ah Berkali-kali
Wawancara No. 761-765
Mahasiswi: Emmm, apa lagi ya, perjanjian saya itu, karena beberapa kali ma (saya sudah nikah mut’ah untuk kesekian kalinya)
Peneliti: itu, eh, itu perjanjiannya itu ditulis dalam secarik kertas atau hanya lisan?
Mahasiswi: Hanya lisan saja
***
Dalam Nikah Mut’ah Halal Bersetubuh dan Berdosa Jika Tidak Melakukannya
Wawancara No. 881-883
Peneliti: Sempat berhubungan?
Mahasiswi: Iya (mengangguk dan memandang ke peniliti)
Peneliti: Ehm,..
***
“Alasan bersetubuh: Sudah budaya di tempat kajiannya, berdosa jika menolak, pasangan halal dan seringnya mereka berdua-duan dan bermesra-mesraan.” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” Hal. 109)
Andil Jalaluddin Rakhmat dalam Penyebaran Nikah Mut’ah
Wawancara No. 988-1015
Mahasiswi: Dan itu, dan itu, itu yang yang menurut saya penting.
Peneliti: He eh
Mahasiswi: Penting, lelaki, lelaki, Eee, kalau boleh dibilang ya harus, eee, baca dulu bukunya Mustafah Chamran, atau kalau Mustafah Chamran yang sangat mencintai perempuan, eee, dan meneladani Ayatullah, Ayatullah, apalagi kalau dia Syiah. Harus dia meneladani Ayatullah, Ayatullah, bukan hanya sekedar di konsep semata, tapi dia memang harus merealisasikan kecintaannya kepada perempuan itu, kata Kang Jalal, bukan karena tapi, walaupun,.. jadi, bagaimana pun perempuan itu, seperti apapun dia, harus kita menerima pasangan kita. Begitu pun saya, kalau misalnya dibilang kekurangan dia, ya mungkin karea kekurangan itu yang mempertemukan kita. Apa saya bilang, kalo misalnya cowok selalu mencari kecocokan, selalu mencari yang lebih baik, eee, wajarlah dalam satu sisi, tapi di sisi lain, ketika kita sudah, ee, misalanya sudah, sudah sama dan kita selalu mencari, apa, apa namanya, kecocokan itu selalu dijadikan alasan kita akan pisah, ketika tidak cocok, itu saya pikir, dia sangat materialis sekali, maksudnya dia sangat ego dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Ya begitu. Jadi maunya, ya harus balance, balance, balan, ce.
Peneliti: Hehehe..
***
Selain itu Harian Fajar Makassar pernah memuat wawancara khusus dengan Jalaluddin Rakhmat pada, 25 Januari 2009. Tentang Nikah Mut’ah Ketua Dewan Syuro IJABI ini mengatakan, “Nikah Mut’ah memang boleh saja dalam pandangan agama karena masih dihalalkan oleh Nabi saw. Dan apa yang dihalalkan oleh Nabi saw, maka itu berlaku sampai kiamat.”
Begitu juga dalam buku Pedoman Dakwah IJABI, “40 Masalah Syiah” yang dieditori oleh Jalaluddin Rakhmat, dikatakan bahwa Nikah Mut’ah halal. Kesimpulan penghalalan Nikah Mut’ah ini ternyata hanya dengan logika konyol. Bahwa Mut’ah pernah dihalalkan di zaman Nabi dan para ulama (?) berselisih tentang pengharamannya setelah itu. Maka Syiah mengambil pendapat yang sudah disepakati (pernah halal) dan meninggalkan yang diperselisihkan (apakah masih halal atau sudah diharamkan).
Padahal dengan tegas, Nabi telah menghapus kehalalan hukum Nikah Mut’ah. Bahkan hadis itu sendiri diriwayatkan oleh Imam Ali radhiyallahu anhu. Karena itu, Imam Muslim dalam Shahihnya membuat satu bab khusus dalam kitab Nikah dengan judul,
بَابُ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ، وَبَيَانِ أَنَّهُ أُبِيحَ، ثُمَّ نُسِخَ، ثُمَّ أُبِيحَ، ثُمَّ نُسِخَ، وَاسْتَقَرَّ تَحْرِيمُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Bab Nikah Mut’ah dan penjelasannya bahwa hal itu pernah dihalalkan, kemudian dihapus (kehalalannya). Kemudian dihalalkan lalu diharamkan lagi. Dan hukumnya tetap haram sampai hari kiamat.”

*Untuk gambar lebih besar klik kanan pada gambar, klik "open picture/ image in new tab"

Sumber : lppimakassar.com

Posted By White ocean23.38

Minggu, 13 April 2014

Pelajarilah Dahulu Adab dan Akhlak

Filled under:

Terlalu banyak menggeluti ilmu diin sampai lupa mempelajari adab. Lihat saja sebagian kita, sudah mapan ilmunya, banyak mempelajari tauhid, fikih dan hadits, namun tingkah laku kita terhadap orang tua, kerabat, tetangga dan saudara muslim lainnya bahkan terhadap guru sendiri jauh dari yang dituntunkan oleh para salaf.

Coba lihat saja kelakuan sebagian kita terhadap orang yang beda pemahaman, padahal masih dalam tataran ijtihadiyah. Yang terlihat adalah watak keras, tak mau mengalah, sampai menganggap pendapat hanya boleh satu saja tidak boleh berbilang. Ujung-ujungnya punya menyesatkan, menghizbikan dan mengatakan sesat seseorang.
Padahal para ulama sudah mengingatkan untuk tidak meninggalkan mempelajari masalah adab dan akhlak.
Namun barangkali kita lupa?

Barangkali kita terlalu ingin cepat-cepat bisa kuasai ilmu yang lebih tinggi?
Atau niatan dalam belajar yang sudah berbeda, hanya untuk mendebat orang lain?

 

Pelajarilah Adab Sebelum Mempelajari Ilmu

Ketahuilah bahwa ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,

تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,

بالأدب تفهم العلم

“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”
Oleh karenanya, para ulama sangat perhatian sekali mempelajarinya.
Ibnul Mubarok berkata,

تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين

“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Ibnu Sirin berkata,

كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم

“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”

Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,

نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث

“Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits.” Ini yang terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.

Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,

ما نقلنا من أدب مالك أكثر مما تعلمنا من علمه

“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya."

Imam Malik juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya-. Ibuku berkata,

تعلم من أدبه قبل علمه

“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”
Imam Abu Hanifah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Karena dari situ beliau banyak mempelajari adab, itulah yang kurang dari kita saat ini. Imam Abu Hanifah berkata,

الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ

“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)
Di antara yang mesti kita perhatikan adalah dalam hal pembicaraan, yaitu menjaga lisan. Luruskanlah lisan kita untuk berkata yang baik, santun dan bermanfaat. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه

“Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat” Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291).
Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.

 

Berbeda Pendapat Bukan Berarti Mesti Bermusuhan

Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi’i kepada Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi’i berkata,

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ

“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16).

 

Berdoalah Agar Memiliki Adab dan Akhlak yang Mulia

Dari Ziyad bin ‘Ilaqoh dari pamannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca do’a,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’ [artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar].” (HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)
Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya,

اللَّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ

“Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdi li-ahsanihaa illa anta, washrif ‘anni sayyi-ahaa, laa yashrif ‘anni sayyi-ahaa illa anta [artinya: Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau].” 
(HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)

أسأل الله أن يزرقنا الأدب وحسن الخلق

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar mengaruniakan pada kami adab dan akhlak yang mulia.

Referensi:

Ta’zhimul ‘Ilmi, Syaikh Sholeh bin ‘Abdillah bin Hamad Al ‘Ushoimi, Muqorrorot Barnamij Muhimmatil ‘Ilmi.
Siyar A’laamin Nubala’, Imam Adz Dzahabi, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-11, tahun 1422 H, jilid ke-10.
Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh Ibrahim Yajus, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kesepuluh, tahun 1432 H.
Al Madkhol, Mawqi’ Al Islam, Maktabah Asy Syamilah
http://majles.alukah.net/t17143/

Artikel Muslim.Or.id

Posted By White ocean20.05

Rabu, 02 April 2014

Coretan Senja

Filled under:


Kadang aku ingin mengeluh lagi dan lagi.
namun saat teringat mereka di belahan bumi sana.
Yang hanya bisa duduk meringkuk di dalam tanah
Menahan rasa lapar bersama ketakutan.
Matapun sulit terpejam.
Saat isak tangis hanya bisa tertahan.

Kadang aku ingin menyerah,
Saat tugas-tugas mulai menyerang
Saat rasa letih terasa berhamburan.
Namun mereka yang di sana
Membuatku kembali tersadar.
Masih Bernafas saja mereka sudah bersyukur, tak ada lagi waktu untuk belajar.

Kadang hanya karena gigitan nyamuk membuatku mengumpat.
Namun mereka yang di sana kembali membuatku tersadar.
Bukan hanya gigitan nyamuk setiap hari yang mereka dapat.
Dentuman bom, serpihan senapan, luka dan darah
Bahkan Hancur seluruh badan.

Kadang sebungkus indomie membuatku tak nafsu makan.
Namun mereka di sana kembali membuatku tersadar
Rerumputan liarpun mereka santap
Pengganjal perut,penghapus rasa lapar.

Sadarkan kami Tuhan
Yang masih tak pandai untuk bersyukur
Saudaraku di belahan bumi sana.
Bersabarlah jannah menanti.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang selalu bersyukur dan bersabar.

Posted By White ocean07.33